Assalamu'alaikum MTers

My photo
Selamat datang di Moslem Teen Box a.k.a MTBox.. Di sini, kita akan berbagi informasi tentang kegiatan2 dan ngebahas topik2 yang lagi hangat dibicarakan tentang dunia islam dan dunia islam pada remaja khususnya... gak ketinggalan juga, kita bisa sharing liputan acara2 yang up to date n tetap dlm koridor keislaman... So?? kata siapa remaja islam itu kuper?? Yuk.. kita tunjukkan klo remaja muslim itu Eksis dunia akhirat... We can to be Exist Moslem Teen with Moslem Teen Box.. ^_^

Sunday, 31 January 2010

Anger Management

Marah
Ada suatu cerita yang dikirimkan oleh eks kawan satu kampus, Meliana namanya, ceritanya begini :

"Beberapa tahun yang lalu, kalau tidak salah tahun 2000, saya berkunjung ke kota Pontianak, teman saya disana mengajak saya memancing Kepiting.

Bagaimana cara memancing kepiting?Kami menggunakan sebatang bambu, mengikatkan tali ke batang bambu itu, diujung lain tali itu kami mengikat sebuah batu kecil. Lalu kami mengayun bambu agar batu di ujung tali terayun menuju kepiting yang kami incar, kami mengganggu kepiting itu dengan batu dan disentak-sentakan agar kepiting marah, dan kalau itu berhasil maka kepiting itu akan 'menggigit' tali atau batu itu dengan geram, capitnya akan mencengkeram batu atau tali dengan kuat sehingga kami leluasa mengangkat bambu dengan ujung tali berisi seekor Kepiting gemuk yang sedang marah.? Kami tinggal mengayun perlahan bambu agar ujung talinya menuju sebuah wajan besar yang sudah kami isi dengan air mendidih karena di bawah wajan itu ada sebuah kompor dengan api yang sedang menyala.

Kami celupkan kepiting yang sedang murka itu ke dalam wajan tersebut, seketika kepiting melepaskan gigitan dan tubuhnya menjadi merah, tak lama kemudian kami
bisa menikmati kepiting rebus yang sangat lezat.

Kepiting itu menjadi korban santapan kami karena kemarahannya, karena kegeramannya atas gangguan yang kami lakukan melalui sebatang bambu, seutas tali dan sebuah batu kecil.

Pelajaran yang bisa kita terima dari cerita kepiting itu adalah kita sering sekali melihat banyak orang jatuh dalam kesulitan, menghadapi masalah, kehilangan peluang, kehilangan jabatan, bahkan kehilangan segalanya karena satu hal : MARAH .


Manajemen Marah
Menarik sekali yang dikemukakan oleh Kafi Kurnia yang menyitir tulisan Stanley Bing dari Majalah Fortune.

Ditengah kemelut kehidupan yang semakin menjerumuskan kita kejurang stress, konon sering marah-marah, bukanlah pertanda yang baik. Berbahaya bagi kesehatan. Begitu cerita kebanyakan orang. Punya pemimpin yang sering marah-marah tidak keruan, juga menyebalkan.

Pendapat umum ini dibantah oleh Stanley Bing, penulis buku "Sun Tzu was a sissy". Stanley Bing, yang berkerja sebagai kolumnis di majalah Fortune, memang gemar
menulis sejumlah buku yang kontroversial.

Menurut Bing, marah itu sangat diperlukan dalam manajemen. Seorang
pemimpin yang marah, artinya ia terusik dan gusar oleh sesuatu hal.
Sekaligus membuktikan bahwa pemimpin itu eling, atau sadar karena ada
sesuatu yang tidak beres dan perlu dikoreksi. Pemimpin yang tidak pernah
marah, sama dengan pemimpin acuh tak acuh. Itu menurut Bing. Lalu, kalau
seorang pemimpin marah, ia butuh emosi yang dahsyat. Marah membangkitkan
enerji yang luar biasa. Pemimpin yang marah, biasanya segera melakukan perubahan, peremajaan, dan perbaikan. Artinya pemimpin marah memungkinkan terjadinya perubahan yang lebih cepat dan berarti.

Dalam hal yang satu ini, saya agak setuju. Kita kan sering melihat betapa pemimpin kita kerjanya cuma basa-basi, kurang gairah, tidak menciptakan gebrakan apa-apa. Yang kita takuti adalah pemimpin yang pemarah, atau marah-marah tanpa sebab. Ini yang berbahaya. Barangkali salah satu pemimpin kita yang legendaris dalam hal marah ini, adalah Bang Ali, bekas gubernur Jakarta dulu. Konon pernah ada cerita, beliau
sedang naik mobil, dan jalanan macet semrawut, gara-gara tukang beca
yang se-enaknya saja mengendarai becaknya. Lanjut cerita Bang Ali, tidak
segan-segan turun dan memarahi tukang beca tersebut. Disamping cerita
marahnya Bang Ali tadi, masih banyak lagi kata orang cerita lain tentang
marahnya Bang Ali. Dan kenyataan-nya memang begitu, dibawah kepemimpinan
Bang Ali, Jakarta terbukti maju pesat luar biasa. Jadi teori Stanley Bing ada benarnya juga.

Dr. Stephen Diamond, menulis didalam bukunya yang sangat kontroversial,
"Anger, Madness, and Daimonic : The Psychological Genesis of Violence,
Evil, and Creativity" bahwa marah adalah emosi yang paling bermasalah.
Namun percaya tidak ada korelasi yang sangat kuat antara marah dan
kreatifitas. Menurutnya marah dan kreatifitas seringkali bersumber pada
hal yang sama. Hanya saja marah memiliki potensi destruktif yang jauh
lebih besar. Orang-orang yang berbakat dan jenius, umumnya memiliki
naluri yang sangat tajam untuk menyalurkan enerji ini, agar tidak merusak dan merubahnya menjadi sebuah upaya yang konstruktif.

Ketika kita dilanda krisis moneter 5-6 tahun yang lalu, teman saya
berseloroh, katanya kita butuh pemimpin seperti Bang Ali, pemimpin yang
berani marah. Tapi jangan pemimpin, yang mudah marah dan ngambek. Atau
pemimpin yang suka marah-marah tidak keruan. Katanya itu pemimpin sewot.
Dr. Stephen Diamond menulis lebih lanjut, bahwa beberapa artis seperti
Van Gough, dan Picasso konon dikenal memiliki kehidupan yang penuh
amarah dan kekerasan. Barangkali benar pula kalau enerji yang sama
disalurkan mereka kedalam sebagian karya-karya lukisan mereka pula.
Hasilnya memang luar biasa. Lukisan mereka sangat spektakuler.

Untuk membuat se-ekor kuda berlari, biasanya ada dua cara populer. Lewat
cemeti, atau hadiah wortel. Menurut Stanley Bing, marah bisa menjadi
cemeti yang kreatif. Membakar semangat para eksekutif agar terus bersemangat dan terus mengadakan perubahan. Tulisan ini tentu saja tidak ingin mengajak anda marah-marah dikantor. Juga bukan sebagai cara pembenaran tindakan marah-marah. Melainkan sebagai upaya agar kita lebih peka menghadapi lingkungan kantor sekeliling. Pesan saya, kalau ada yang tidak beres, jangan takut untuk mengadakan perubahan. Dan kalau
perubahan itu menuntut anda marah, silahkan saja marah. Kadang-kadang
marah itu sangat perlu.


Marah Dalam Perspektif Spiritual
Kemarahan secara spiritual, menurut Ngestu Raharjo adalah wajar dengan catatan tidak disertai kebencian. Akan tetapi, sampai sejauh mana kemarahan bisa dianggap suatu kewajaran? Marilah kita ikuti pendapat sahabatnya. Begini katanya:
"Karena marah bagi saya adalah sarana untuk mengoreksi. Kalau saya salah, saya dimarahi oleh atasan atau teman. Kalau bawahan atau anak-anak saya salah, saya marahi. Yang perlu, kemarahan itu harus proposional. Dan kemarahan tidak otomatis berarti
kebencian. Apakah kalau kita memarahi anak itu kebencian? Bagi saya kemarahan disini adalah wujud cinta kita padanya.

Dan kebencian tidak harus selalu diekspresikan dengan kemarahan, ia bisa juga dinyatakan dengan sikap manis. Misalnya saya benci kepada seseorang, lalu saya bujuk
dia dengan kata-kata manis, sikap sopan untuk minum madat, supaya dia rusak. Dalam kasus ini kemarahan adalah 'virtues' sedangkan sikap manis adalah 'evil'.
Jadi kemarahan....kebencian adalah dua hal yang
terpisah".

Hingga batas-batas tertentu, saya merasa memperoleh suatu pelajaran yang amat bermanfaat tentang kemarahan dan kebencian darinya. Kebencian memperlihatkan sisi
yang lebih esensial dari marah itu sendiri. Maksud saya, benci berada pada strata kedalaman yang lebih ketimbang sekedar marah.

Nah...bila memang demikian, yang patut menjadi perhatian kita --dalam relevansinya dengan pengembangan batin-- adalah benci.
Membenci perbuatan buruk dan menghindarinya, menjadi amat esensial disini. Disinilah pandangan kita terhadap sesuatu terpampang jelas. Kebencian boleh saja sangat tersembunyi, tersimpan rapi di dalam sehingga tidak tampak di permukaan, namun kemarahan bisa juga terekspresi langsung melalui ucapan, sikap dan cara kita menyikapi, dan oleh karenanya dirasakan langsung oleh korbannya.


Kemarahan Menurut Kacamata Islam
Sifat marah termasuk dalam manajemen Qalbu. Diri yang labil kepada kecenderungan terhadap sifat-sifat disebut qalb (diri) yang terombang-ambing.

Nafs artinya Jiwa, kata nafs berasal dari bahasa Arab, tapi sebagian orang mengadaptasikan kata nafs menjadi nafsu, dan sebagian lagi mengartikan nafas.

"Dan aku tidak membebaskan diriku (nafs), dari kesalahan. Sesungguhnya An nafs selalu menyuruh kepada kejahatan..." (Q.S. Yusuf, 12.53)

"Dan Aku bersumpah dengan An Nafs (jiwa) yang amat menyesali dirinya." (Q.S. Al Qiyamah, 75:2)

"Wahai Jiwa yang tenang..." (Q.S. Al Fajr, 89:27)

Ketiga ayat tersebut diatas menunjukkan bahwa An Nafs itu artinya diri. Nafs Ammarah bissu (diri yang buruk), kemudian Nafs Lawammah (diri menyesal) dan Nafs Muthmainah (diri yang tenang). Semua sifat itu ada pada diri (An Nafs). Diri yang labil kepada kecenderungan terhadap sifat-sifat itulah yang dinamakan qalb (diri) yang terombang-ambing, sedangkan Allah memanggil kepada diri yang tenang dan jernih (muthmainah) dalam firmannya "Wahai jiwa (diri/nafs) yang tenang datanglah kepada tuhanmu dengan ridha dan diridhai olehNya." (Q.S. Al Fajr, 89 ayat : 27-28).

Dengan demikian Al Quran memberikan penjelasan, bahwa sungguh beruntung orang yang membersihkan dirinya dari sifat-sifat yang tidak baik agar tidak diombang-ambingkan oleh sifat-sifat tersebut, sehingga menjadi diri yang muthmainah. Diri yang Muthmainah adalah diri yang selalu mendapatkan ilham ketakwaan yang mendorong kepada perbuatan baik atau ihsan.

Konklusi :
Marah sebagai terapi manajemen, memang anti-budaya. Budaya kita terkenal
untuk mengajarkan kita agar selalu santun, dan bersabar. Namun untuk
menerobos sebuah kemapanan yang buntu dan berkarat, marah bisa saja
menjadi anti-budaya yang dibenarkan. Asal jangan saja asal marah.
Marahlah dengan bijaksana. Marah dengan tidak melibatkan emosi kebencian.
Rambu-rambu agama mengingatkan kalau amarah itu sifatnya api, sifat api itu panas.
Bara api itu bisa perlu-bisa tidak, tergantung penggunaannya secara bijak, bisa buat menyulut kompor bisa juga untuk membakar rumah.
Nasehat Sang kepiting : Jadi kalau anda menghadapi gangguan, baik itu batu kecil atau batu besar, hadapilah dengan bijak, redam kemarahan sebisa mungkin, lakukan penundaan dua tiga detik dengan menarik napas panjang, kalau perlu pergilah ke kamar kecil, cuci muka atau basuhlah tangan dengan air dingin, agar murka anda mereda dan anda terlepas dari ancaman wajan panas yang bisa menghancurkan masa depan anda.
Nasehat untuk yang muslim, cukup baca Istighfar, ambil air wudhu, api amarah padam oleh sang air suci...cssssssssssss! Mau marah? marah apaan ya? Udah lupa tuch..! :D


"kemarahan tidak akan berumur panjang di dada seorang yang berhati baik..
kebaikan tidak akan berakar dihati seseorang yang berdasar buruk...."


Dari BLog tetangga
sumber: Milis RISKA

No comments:

Post a Comment